Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Rabu lalu sesuatu yang baru ku lalui, pagi itu kami kedatangan tamu luar daerah, dari pulau dengan penduduk terbanyak di negeri ini. Kedatangan mereka disambut dengan sederhana, hanya dengan balutan kain sorban bukan dengan kalung bunga yang biasa dikalungkan saat tamu besar datang, mungkin ini hanya membuat  kesan berbeda saja atau mencari sensasi baru agar tak bosan dengan yang biasa.
Mereka saling merangkul satu sama lain, saling bersalaman dengan pihak kampus yang sudah menuggu dari tadi pagi, kemudian masuk ke ruang yang telah disediakan.
Aku juga masuk, duduk di bangku yang sudah tertata rapi, kami duduk bersama mendengarkan pembukaan dari Rektor, kami sangat senang dengan kehadiran Bapak-bapak, kami berharap Bapak-bapak senang dan betah tinggal sementara di sini ujar rektor.
Kemudian rektor mempersilahkan kepada tamu tadi memberikan kata-kata sambutan, langsung saja tamu itu menyampaikan beberapa kata yang singkat padat dan jelas dengan sedikit basa-basi agar suasana tidak  tegang  sunyi mencekam. Dia bercerita, aku punya hubungan emotional dengan daerah ini, aku sempat beberapa kali datang kemari, juga sahabat dekat ku berasal dari daerah ini yang istrinya dan keluarganya hanyut di telan air bah yang tinggi menjulang, kebetulan juga dia bekerja satu tempat dengan ku, kami sangat berduka cita sebesar-sebesar pada waktu itu.
Aku merasa dia pandai dalam mengolah kata, seakan-akan dia dekat, seolah-olah kami telah lama berjumpa tapi dia juga pandai merangkai kata seolah-olah ada tirai yang menjauhkan hubungan kami dan dia. Aku bingung betapa orang ini pandai mengolah kata-kata, mungkin faktor umur dan ilmunya yang membuat seperti itu. Itulah yang kurasa saat dia berbicara.
Kami langsung memulai acara, satu persatu dokumen diperiksa dengan tenang oleh beliau, kadang kala dia bertanya kepada kami, tentang sesuatu yang belum jelas dalam dokumen yang ditemukannya, kami dengan senang hati menjelaskannya.
Kami larut dalam diskusi kecil, entah berapa banyak pertanyaan dan dokumen yang telah diperiksa, hingga aku tak tahu untuk memulainya dari mana.
Bagian akhir yang kuingat, ketika bagian kerjasama dalam negeri, banyak dokumen yang kami sodorkan kepada beliau, hingga beliau tidak karuan, maklum  saja beliau sudah tua, katanya “sudah-sudah jangan terlalu banyak, aku bingung untuk melihatnya.”
Waktu sudah 14.00 WIB, saatnya istirahat, shalat dan makan. Acara ditunda sebentar.
Ketika semuanya sudah beres, hanya mereka berdua saja masuk ke ruang itu, membahas nilai. Kami pun menunggu di luar dengan perasaan campur aduk, aku berharap nilai kami baik.

Kami duduk-duduk santai di luar sambil menanti mereka keluar, menikmati kopi, bersenda gurau dengan sesama, teman dan mahasiswa.

Post a Comment for " "