Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANTARA RADIO RIMBA RAYA DAN BIREUEN IBU KOTA RI KETIGA



Radio Rimba Raya

Munumen Radio Rimba Raya Sumber Photo Di Sini
Mengapa saya mengangkat judul Antara Radio rimba Raya dan Bireuen Ibukota RI Ketiga, karena menurut saya Radio Rimba Raya mempunyai peran yang sangat penting bagi Indonesia dan Aceh khususnya Bireuen. Karena dengannya dunia tahu Indonesia itu masih ada dan tempat pertama Radio itu dipasang yaitu di daerah Bireuen tepatnya di Krueng Simpo dan di rumah Panglima Kolonel Hussein Joesoef (sekarang Meuligo Bupate Bireuen)
Berikut ini akan penulis paparkan sekelumit profil Radio Rimba Raya, Radio Rimba Raya berjasa sangat besar dalam menyebarkan berita tentang kemerdekaan RI. Sejak Agresi Belanda ke-dua, 19 Desember 1948. Melalui siaran Radio Rimba Raya milik Divisi X yang dipancarkan 22 Desember 1948 dalam enam bahasa, bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Arab, Cina dan bahasa Urdu telah berhasil memblokade siaran bohong Radio Hervenzent Belanda di Batavia yang mengatakan Indonesia tidak ada lagi.

Siaran Radio Rimba Raya telah menyakinkan PBB dan masyarakat dunia bahwa Indonesia sudah Merdeka 17 Agustus 1945 dan tidak lagi mempercayai lagi siaran bohong Radio Hervenzent Belanda.

Menurut catatan sejarah pesawat perangkat Radio Rimba Raya milik Divisi X berhasil diseludupkan Mayor Laut John Lie dari Malaya dengan dua speed boad melalui perairan Selat Malaka speed boad mengangkut pemancar Radio berhasil mendaratkan pesawat radio di panati Sungai Yu Aceh Tamiang.
Sedangkan satu speed boad yang mengangkut barang-barang kelontong berikut 12 pasukan TRI berani mati yang memang menjadi umpan, gugur tenggelam ke dasar Selat Malaka diserang pesawat Belanda. Pesawat Radio itu berpindah-pindah semula di Krueng Simpo kecamatan Juli dan studionya di rumah Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berjarak 20 km dari Krueng Simpo. Karena tidak aman di Krueng Simpo kemudian dipindahkan ke Cot Gue Kutaradja tidak sempat berfungsi, kemudian diberangkatkan ke Aceh Tengah daerah yang dituju desa Burni Bius belum dapat difungsikan, karena masih diintai pesawat Belanda akhirnya dibawa ke Desa Rimba Raya Kecamatan Pintu Rime Kabupaten Bener Meriah.

Belanda terus melacak keberadaan kubu-kubu pertahanan dan pesawat Radio Rimba Raya, bahkan Belanda makin gencar saja menyiarkan berita bohong yang menyatakan Indonesia tidak ada lagi, siaran bohong itu terdengar oleh Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo Mayjen Tituler Tgk Daud Beureueh langsung memerintahkan Panglima Divisi X Kolonel Hoessein Joesoef mempersiapkan Radio Rimba Raya untuk segera mengudara.
Dibantu Desertir Sekutu
Pemasangan radio rimbaya dilakukan oleh W Schult dengan Letnan Satu Candra, Sersan Nagris keduanya berkebangsaan India, Sersan Syamsuddin dan Abubakar berkebangsaan Pakistan serta Letnan Satu Abdulah berkebangsaan Inggris. Mereka adalah tentara Inggris yang bergabung dengan sekutu kemudian membantu perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Tenaga mereka sangat diperlukan terutama dalam penyiaran berbahasa asing. Mereka membuat gubuk dan membangun radio itu sesuai dengan keahlian masing-masing. Studio darurat itu dibangun diatas empat potong kayu besar sebagai penyangga di bawah pohon kayu yang tinggi dan rindang dimana disana di gantungkan antena type Y dan Type T yang diikat pada sepotong bambu.
Di gubuk itu juga mereka memasang beberapa pesawat Radio penerima berita khusus dari telegrafie. Dengan menggunakan mesin diesel yang ada, radio tersebut dimanfaatkan mulai pukul 16.00 Wib – 18 Wib.

Waktu itu Radio Rimba Raya setiap hari juga melakukan kontak dengan perwakilan RI di New Delhi. Berita-berita itu selain diterima langsung oleh petugas sandi perwakilan RI di New Delhi, juga dikutip oleh All India Radio dan seterusnya disampaikan ke alamat yang dituju.
Ketika Konferensi Asia tentang Indonesia digelar tanggal 20-23 Januari 1949 di New Delhi, jam kerja Radio Rimba Raya diperpanjang karena banyaknya berita yang harus dikirim ke wakil-wakil Indonesia yang menghadiri konferensi tersebut.

Sebagai pemancar gerilya, Radio Rimba Raya juga menyajikan acara pilihan pendengar dengan menghidangkan nyanyian-nyanyian rakyat yang dapat membakar semangat pejuang, bahkan merupakan satu-satunya sarana diplomasi politik Indonesia.

Soekarno Datang ke Bireuen
 
Sumber Photo: di Sini


Waktu itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalam waktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda. Presiden pertama Soekarno yang ketika itu berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh.
Pemilihan Bireuen sebagai tempat pengasingan Soekarno, bukan hanya karena daerah ini termasuk paling aman, tetapi juga karena Bireuen merupakan pusat kemiliteran Aceh. Letaknya pun sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.

Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpang pesawat udara Dakota. Pesawat udara khusus yang dipiloti Teuku Iskandar itu, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948. Kedatangan rombongan presiden disambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh, atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus Panglima Tertinggi Militer itu.

Sumber Photo di Sini


Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen yang membludak lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu muka dan mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah menguasaikembali Sumatera Timur(Sumatera Utara) sekarang.

Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen, aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya, catatan sejarah ini tidak pernah tersurat dalam sejarah kemerdekaan RI.


Referensi Tulisan

Bireuen dan Perjuangan kemerdekaan R.I, Tabloid Trang, Edisi 24/Agustus - September 2014
Bireuen Ibukota Ketiga Republik Indonesia 1948, http://sejarah.kompasiana.com
MengenangBireuen Sebagai Ibukota RI, http://soalaceh.tumblr.com/post
Ibu Kota Indonesia yang Tidak Pernah Tercatat Sejarah, http://www.kaskus.co.id/thread/528c1a87128b46d104000004/


Post a Comment for "ANTARA RADIO RIMBA RAYA DAN BIREUEN IBU KOTA RI KETIGA"