Meriam Gajah
Meriam Gajah, Tepat hari Kamis libur nasional memperingati isra dan mikraj
Nabi Muhammad SAW, saya dan teman saya berangkat ke Gampong Pante Peusangan.
Gampong Pante Peusangan terletak di penghujung perbatasan dengan Kabupaten
Bener Meriah. Maksud dan tujuan kami datang ke gampong tersebut untuk melakukan
riset dalam rangka membuat film documentary. Gampong ini beberapa tahun
terakhir sejak 2012 sering menghadapi serangan-serangan gajah liar yang ada di
sekitar tempat tinggal mereka, maka dengan ini, kami bermaksud mengadakan
riset, apa yang melatarbelakangi gajah itu menggangu atau merusak tanaman warga
yang sebelumnya gajah tersebut tidak menggangu tanaman manusia.
Perjalanan kami tempuh sekitar satu jam setengah dari
Bireuen menuju lokasi, lokasi berada di pedalaman, jauh dari jalan raya, medan
lokasi yang kami tuju jalannya menurun dan berkelok-kelok, di tengah perjalanan
kami singgah di Cot Panglima untuk makan, dan kebetulan kami jumpa dengan salah
satu warga, yang tinggal bersebelahan dengan gampong Pante Peusangan. Dari
wawancara kami memperoleh sedikit titik terang, mengapa gajah itu mengamuk,
menurut rian gajah itu mengamuk, memakan dan menghancurkan tanaman warga karena
anak gajah itu di ambil oleh pemerintah dan dibawa ke Saree, maka oleh sebab
itu gajah tersebut mengamuk.
Perjalanan kami lanjutkan dan untuk komunikasi dengan rian,
kami saling bertukar nomor hp untuk proses riset selanjutnya, selama lebih
kurang 20 menit kami sampai di gampong Pante Peusangan, kami disambut oleh
kepala dusun, ketua pemuda, dan tengku imum. Pertanyaan demi pertanyaan kami
lontarkan kepada tokoh-tokoh masyarakat itu, dari beberapa pertanyaan , kami
dapat menyimpulkan bahwa sebelum tahun 2012 gajah memang sering lewat di
kawasan ini, tetapi tidak menggangu tanaman warga, semenjak tahun 2012 sampai
sekarang gajah itu sering menggangu dan merusak tanaman warga. Ketika kami
tanya mengapa itu terjadi mereka tidak tahu, dan usaha mereka dalam menghindari
gajah yaitu dengan menggunakan meriam yang terbuat dari pipa air,yang bahannya menggunakan
karbet, dengan suara dan api yang keluar dari meriam itu membuat gajah takut,
kendala dalam menggunakan alat ini yaitu di kala siang hari karena hanya suara
saja yang keluar sedangkan warna api tidak kelihatan.
Kami merasa hidup kami tidak aman, kami selalu waspada
terhadap serangan-serangan gajah itu, di saat tidur malam kami juga tidak bisa
tidur nyeyak, karena bisa-bisa saja kumpulan gajah itu turun ke rumah-rumah
kami dan memakan seluruh tanaman yang telah kami tanam.
Menanggapi hal itu, kami tanyakan bagaimana dengan usaha
pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini, menurut Kepala dusun ada usaha yang
dilakukan pemerintah dengan mendatangkan gajah jinak untuk mengusir gajah-gajah
liar tersebut, juga pada gajah liar itu di pasang alat GPS guna mengetahui
keberadaan gajah. Kami juga menanyakan setelah alat itu dipasang, adakah
kordinasi dari pemerintah kepada masyarakat yang ada di sini, yang memberikan
informasi dimana keberadaan gajah tersebut. Tidak ada sama sekali kordinasi
dari pemerintah, sampai sekarang kami juga belum menerima informasi, sebatas
pesan pendek pun tidak, ujar kepala dusun.
Dari cerita di atas saya memperoleh banyak cerita kehidupan
yang dapat menambah wawasan saya, karena ini kali pertama saya, turun ke
gampong yang ada gajahnya, begitu hebatnya perjuangan masyarakat gampong pante
peusangan demi mempertahankan hidup mereka, hidup mereka selalu terancap,
hingga mereka tidur pun tidak bisa nyeyak, walaupun begitu mereka tetap
berjuang hidup, berusaha memenuhi kebutuhan hidup mereka, tanpa mengeluh dan
menyalahkan siapa pun, mereka tidak menyalahkan gajah itu, karena memang hutan
ini merupakan lintasan mereka untuk memenuhi hidupnya, masyarakat di sini hanya
memohon kepada Allah untuk menjauhkan serangan gajah tersebut tanpa ada rasa
ingin membunuh gajah itu.(MA)
Posting Komentar untuk "Meriam Gajah"
Posting Komentar