Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arafat Nur Dalam Catatan

Arafat Nur

Selain segala kesibukan rutin seharian dari bekerja kantor dan menulis yang membuatku luar biasa panik, aku juga menghadiri balai pengajian setiap malam Jum’at, mengikuti berbagai kegiatan masyarakat di kampung; gotong-royong, bertakziah, rapat dan pesta perkawinan, peusijuk rumah, turun tanah, dll. Aku berusaha hidup senormal mungkin layaknya masyarakat biasa. Kadang aku juga mengajar mahasiswa dan menghadiri beberapa undangan sebagai pembicara. Pada hari-hari tertentu, aku sengaja menyempatkan diri mengunjungi saudara dan kawan-kawan. Jadi, aku tidak punya waktu untuk pergi ke kantor pos, selain oleh suatu keterpaksaan yang amat mendesak.

Hari yang paling membahagiakan dalam hidupku adalah ketika aku telah menyelesaikan sebuah novel. Seperti petani yang tiba pada musim panen, memetik hasil dan menyimpannya. Aku tidak terlalu terburu-buru mengirimnya pada penerbit. Gabah perlu dijemur dulu, biar kering dan padat. Inilah hari yang membahagiakan; saat novel yang kukerjakan selesai. Dan setiap menyelesaikan sebuah novel usiaku kian bertambah, semakin dekat pula diriku pada kematian. Namun, keresahan diriku akan berangsur-angsur berkurang menghadapi maut yang dengan pasti telah menungguku di depan sana. Terserah saja bila ada orang yang mencela karyaku, sebab kupikir mereka memang tidak tahu apa-apa tentang sastra. Mereka orang-orang pintar yang menganggap sastra sebagai kitab suci, mendebatkan yang tidak penting, dan menganggap yang rumit sebagai nilai yang paling tinggi. Bagiku sastra adalah senjata untuk melawan ketidak-adilan dan untuk membela hak kaum lemah, yang bisa disampaikan dengan cara-cara sederhana. Sekalipun tumpul, aku tetap menggunakan senjata ini, sebab aku tidak memiliki senjata lain yang lebih tajam.

Jika ada yang ingin berperang, belajarlah menembak. Jika ada yang ingin menjadi pemimpin, belajarlah membuat janji yang banyak. Jika ada yang ingin menanyakan sesuatu padaku, lihatlah pada catatan-catatanku terdahulu. Jika ada yang ingin menulis buku, maka bacalah buku; tahan dulu keinginan untuk menulis, sebab akan sia-sia menuliskan sesuatu tanpa ada pengetahuan apa-apa. Setelah banyak membaca Anda menjadi pintar, dan menulis pun akan sangat gampang; seperti prajurit yang jago menembak; seperti calon pempimpin yang jago umbar janji saat kampanye. Ada 21 janji pemimpin kita yang tersebar di sejumlah media massa (Janji yang sangat menyebalkan!) Bacalah dengan saksama, mungkin setelahnya Anda bisa menulis beberapa kalimat awal sebagai pembuka cerita.... dan tidak perlu lagi menanyakan perihal serupa padaku secara berulang-ulang!

Aku membaca buku Mo Yan. Katanya, setiap 9 dari 10 anak haram yang lahir akan menjadi bandit. Di Aceh ada banyak anak haram yang lahir, baik yang lahir dari ibunya yang berzina maupun dari perempuan yang diperkosa tentara pada masa perang dulu. Aku hanya mencemaskan kalau anak haram ini kelak akan menjadi pemimpin. Atau apakah ada di antara pemimpin kita ini anak semacam itu?

Posting Komentar untuk "Arafat Nur Dalam Catatan"