Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yuk Belajar Bencana dari Wisata

Yuk Belajar Bencana dari Wisata


Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung api aktif terbanyak di dunia yakni sebanyak 127 buah, dimana beberapa diantaranya pernah meletus dan letusannya merupakan letusan gunung api terkuat yang pernah terjadi di dunia. Indonesia juga terletak di jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yang menyebabkan Indonesia rawan akan gempa bumi dan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia yang juga menyebabkan sebagian besar kawasan pesisir pantai Indonesia rawan terlanda tsunami. 

Selain itu, Indonesia juga memiliki iklim tropis yang menyebabkan sering terjadi banjir, tanah longsor, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan serta abrasi dan gelombang ekstrim di beberapa wilayah Indonesia. Pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk menyebabkan Indonesia berpotensi akan ancaman kecelakaan industri dan wabah penyakit (Pendidikan Tangguh Bencana, 2017).

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan alam, non alam dan manusia yang mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, harta benda dan dampak psikologis. Bencana alam berupa bencana gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial yang diakibatkan manusia berupa konflik sosial antar kelompok dan antar komunitas masyarakat dan teror (UU No. 24 tahun 2007).

Bencana tidak dapat dihentikan, tetapi risiko bencana itu dapat dikurangiBagaimana caranya? Caranya dengan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas.

Apa yang dimaksud dengan kerentanan?

Menurut Fussel (2007) kerentanan adalah kondisi masyarakat yang tidak dapat menyesuaikan dengan perubahan ekosistem yang disebabkan oleh suatu ancaman tertentu, yang dipengaruhi oleh proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang dapat meningkatkan risiko terhadap dampak bahaya (Herawaty dan Santosa, 2007).  Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerentanan adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.  

Kerentanan dibagi menjadi empat bagian. Pertama kerentanan fisik contohnya kekuatan bangunan rumah masyarakat, sekolah, kantor pemerintahan, pertokoan dan lain-lain yang berada di daerah rawan gempa yang tidak tahan gempa, yang mengakibatkan rumah mereka berisiko akan roboh sehingga mengakibatkan korban jiwa. Kedua, kerentanan ekonomi misalnya masyarakat atau daerah miskin yang tidak memiliki kemampuan finansial dalam mitigasi bencana. Ketiga, kerentanan sosial yaitu kurangnya pengetahuan tentang risiko bahaya bencana, rendahnya tingkat kesehatan masyarakat mengakibatkan rentan dalam menghadapi bahaya. Keempat, kerentanan lingkungan seperti masyarakat sulit mendapatkan air menyebabkan lingkungannya kekeringan, masyarakat  yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor, masyarakat yang tinggal ditepi pantai rentan terhadap tsunami dan sebagainya.

Apa yang dimaksud dengan Kapasitas?

Kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Paripurno, 2011 dan Heijmans, 2012).

Jadi, apa kaitannya antara Kerentanan dengan Kapasitas ?

Kerentanan dan kapasitas adalah dua hal yang saling berkaitan, dimana hubungan diantara keduanya dapat dilihat melalui persamaan berikut ini :

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kapasitas)

Dari persamaan tersebut, dapat disimpulkan jika semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kapasitas masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

Aceh dan Risiko Bencana

Salah satu provinsi yang letaknya paling barat di Indonesia yaitu Aceh, pernah dilanda tsunami yang telah merenggut korban sebanyak 126.741 jiwa manusia, yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, pukul 08.00 pagi WIB dengan kekuatan 9 Skala Richter di kedalaman 30 km dasar laut sebelah Barat Daya Aceh yang membangkitkan gelombang tsunami dengan kecepatan awal sekitar 700 km/jam. Khusus Banda Aceh, jumlah korban meninggal sebanyak 61.065 jiwa dari total korban korban jiwa, banyaknya korban yang berjatuhan disebabkan tidak adanya pengetahuan tentang bencana tsunami (Smong News, 2016)

Dalam upaya penanggulangan bencana terdapat tiga siklus bencana yang harus dipahami,  yaitu prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Pada tahap prabencana dibagi atas dua yaitu Pencegahan dan Mitigasi serta Kesiapsiagaan. Tujuan dari pencegahan dan mitigasi serta kesiapsiagaan yaitu untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.

Pada kesempatan ini penulis akan memberikan informasi mengenai mitigasi dan kesiapsiagaan apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh dalam menumbuhkan Kesadaran Bencana kepada masyarakat melalui :

a. Rambu-Rambu Bencana, Tanda Peringatan Bahaya dan Papan Informasi Evakuasi Tsunami


Sumber : Foto Pribadi

Pemasangan Rambu-Rambu Bencana, Tanda Peringatan Bahaya dan Papan Informasi Evakuasi Tsunami sudah dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banda Aceh di berbagai tempat, baik di pinggir pantai, di perkotaan dan di tempat-tempat keramaian lainnya.

Pemasangan Rambu-Rambu Bencana, Tanda Peringatan Bahaya dan Papan Informasi Evakuasi Tsunami ini dilakukan untuk memberikan  pengetahuan kepada masyarakat mengenai tanda-tanda jika akan terjadi bencana tsunami dan menjadi pedoman bagi masyarakat untuk melakukan langkah-langkah evakuasi yang benar pada saat terjadi bencana tsunami. Seperti menjauh dari tepi pantai, lari menuju tempat yang lebih tinggi, melakukan evakuasi mandiri dan berbagai langkah-langkah evakuasi lainnya sesuai dengan petunjuk yang ada papan informasi.

Tujuan dari kegiatan ini ialah menumbuhkan Budaya Sadar Bencana kepada masyarakat dan juga bertujuan memberikan pengetahuan yang diharapkan masyarakat dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk menyelamatkan dirinya dari bencana.

b.   Museum Tsunami


Sumber: rooang.com


Museum Tsunami yang berada di Kota Banda Aceh adalah sebuah museum yang dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami 2004 yang menelan banyak korban terutama warga Banda Aceh. Museum ini  dirancang oleh seorang arsitek lulusan ITB, Ridwan Kamil. Beliau memenangkan Sayembara Merancang Museum Tsunami Aceh yang diselenggarakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias pada 17 Agustus 2007.

Museum Tsunami Aceh resmi dibuka untuk umum sejak tanggal 08 Mei 2009. Museum ini memiliki taman berbentuk bukit dan memiliki atap yang landai, dimana atap tersebut dapat digunakan oleh masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya untuk menghindari datangnya gelombang tsunami. Konsep tersebut membuat Museum Tsunami memiliki fungsi ganda, dimana selain sebagai monumen peringatan dan pembelajaran, Museum Tsunami juga dijadikan sebagai tempat evakuasi bagi masyarakat di saat bencana tsunami datang kembali.

c.   Kapal PLTD Apung


Sumber : Foto Pribadi

Keberadaan kapal apung di gampong (desa) Punge Blang Cut sabagai saksi bisu kedahsyatan tsunami 2004 silam. Kapal yang memiliki berat 2.600 ton dan panjang 63 meter tersebut adalah kapal yang dapat menghasilkan daya sebesar 10,5 Megawatt. Kapal yang cukup besar tersebut digerakkan oleh gelombang tsunami hingga 5 kilometer dari dari pantai Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.

Kapal PLTD Apung dijadikan monumen peringatan tsunami, serta di sekitar kapal telah dibangun taman edukasi yang dilengkapi informasi untuk belajar mengenai tsunami Aceh 2004. Selain itu, Kapal PLTD Apung juga dapat dijadikan sebagai tempat berlindung atau tempat evakuasi masyarakat jika terjadi tsunami. Jika diperhatikan di sekeliling Kapal PLTD Apung, ada bangunan berupa tangga yang memiliki lebar sekitar 4 meter yang berfungsi sebagai jalan menuju ke kapal bagi masyarakat untuk melakukan evakuasi jika terjadi tsunami kembali di masa yang akan datang.

d.   Kapal di Atas rumah di Lampulo


Sumber : Foto Pribadi

Gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 banyak meninggalkan cerita dan sumber pengetahuan bagi masyarakat khususnya masyarakat Banda Aceh dalam menghadapai bencana. Salah satunya kapal di atas rumah. Kapal tersebut tersangkut di perumahan penduduk di kawasan Gampong Lampulo Banda Aceh. Kapal ini menjadi sejarah dan bukti penting betapa dahsyatnya musibah tsunami tersebut. Berkat kapal ini, sebanyak 59 jiwa terselamatkan saat terjadinya tsunami pada waktu itu. Kapal ini dijadikan sebagai salah satu situs sejarah tsunami di Banda Aceh dengan tujuan sebagai sumber pengetahuan dan pembelajaran bagi masyarakat.

e.   Tsunami Escape Building


Sumber : Foto Pribadi

Tsunami Escape Building  dibangun sebagai pusat evakuasi bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sepanjang garis pantai bila sewaktu-waktu bahaya tsunami mengancam keselamatan jiwa penduduk. Tempat ini juga digunakan sebagai tempat pendaratan helikopter (helipad) guna memberikan bantuan kepada korban tsunami.

Gedung ini dibangun oleh Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation System (JICS) berdasarkan konsep awal yang dibuat oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) Study Team dalam project Urgent Rehabilitation and Reconstrcution Plan (URRP) untuk Kota Banda Aceh pada bulan Maret 2005 sampai dengan bulan Maret 2006. Tsunami Escape Building ini di desain oleh konsultan asal Jepang, yaitu Nippon Koei, Co. Ltd pada tahun 2006. Semua bangunan Tsunami Escape Building ini dibangun dengan luas 1.400 meter persegi dan menghabiskan anggaran sekitar Rp 10,5 milyar.

Gedung ini didesain dapat menahan gempa dengan kekuatan 9-10 skala richter. Dilengkapi dengan tangga utama berukuran dua meter yang digunakan untuk jalur evakuasi ke lantai empat yang merupakan lantai yang paling atas yang dapat menampung 500 orang. Gedung ini selain digunakan untuk tempat berlindung dari gempa dan tsunami, juga digunakan sebagai tempat kegiatan sosial, seperti acara pesta pernikahan, tempat dilaksanakannya rapat aparatur pemerintah dengan masyarakat, tempat simulasi gempa dan tsunami. Bangunan Tsunami Escape Building ini dibangun ditiga desa, yakni Gampong Lambung, Gampong Deah Geulumpang dan Gampong Alue Deah Teungoh.

f.     Masjid


Sumber : Foto Pribadi

Berdasarkan pengalaman tsunami Aceh tahun 2004 lalu, banyak Masjid- Masjid yang selamat tetap berdiri kokoh, dari derasnya hantaman gelombang tsunami yang pada saat itu dijadikan masyarakat sebagai tempat berlindung dari dahsyatnya terjangan gelombang tsunami. Oleh sebab itu, beberapa Masjid yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar dijadikan sebagai salah satu tempat evakuasi jika terjadi tsunami dengan cara membangun Masjid berlantai dua atau membuat tangga darurat untuk naik ke atap Masjid.

g.   Tugu Tsunami


Sumber : Foto Pribadi

Pembangunan Tugu Tsunami sebagai bukti dan sebagai sumber pengetahuan bagi generasi Aceh agar mengetahui bahwa di Aceh telah terjadi bencana gempa bumi yang disusul dengan gelombang tsunami yang maha dahsyat hingga menelan ratusan ribu korban jiwa. Tugu ini dibangun di beberapa tempat strategis di seputaran Banda Aceh dan Aceh Besar, di tugu ini termuat informasi tanggal terjadinya tsunami di Aceh, tinggi gelombang, jarak lokasi dibangunnya tugu dengan pantai dan waktu tiba gelombang tsunami di daerah dibangunnya tugu tersebut. Tugu ini dibangun atas kerjasama Pemerintah Aceh dan Jepang.

Pengetahuan itu sendiri terbagi dua, yaitu pengetahuan tasit (tacit knowledge) dan pengetahuan eksplisit (explicit knowledge). Pengetahuan tasit merupakan pengetahuan yang ada di dalam pikiran manusia sehingga sulit untuk disebarkan ke orang lain. Sedangkan pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang berupa kata-kata, teks, gambar yang mudah ditangkap, didokumentasikan dan disebarluaskan. Transformasi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tasit dan sebaliknya merupakan proses penting bagi penciptaan dan penyebarluasan pengetahuan itu sendiri.


Sumber: Smong News 2016

Sebuah gagasan tentang Tangga Pengetahuan (Knowledge Ladder) diperkenalkan oleh North dan Kumta (2014). Tangga Pengetahuan ini menggambarkan bagaimana pengetahuan eksplisit berupa know-what kemudian diinternalisasi menjadi pengetahuan tasit know-how. Jika pada mulanya seseorang hanya mengetahui makna dan konteks tentang sesuatu hal, maka dengan mengaplikasikan/mempraktekkan pengetahuan tersebut, dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan. Kesuksesan dari Tangga Pengetahuan adalah ketika seseorang dapat bertindak dengan pilihan yang tepat.

Dalam konteks kebencanaan, keberhasilan dari tangga pengetahuan ini ada pada hubungan antara pengetahuan dengan ketahanan bencana. Dimana, dengan pengetahuan yang dimiliki dapat mengenali bahaya dan mengurangi risiko serta memotivasi seseorang dalam mengambil tindakan yang tepat untuk menyelamatkan nyawa. Untuk itu, dengan mengunjungi situs-situs tsunami diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bencana sehingga pengetahuan yang didapat dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terjadilah proses yang namanya transformasi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tasit.



Referensi
Amri A. 2017. Pendidikan Tangguh Bencana. Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Fussel. H. Martin. 2007. Vulnerability: A Generally Applicable Conceptual Framework for Climate Change Research. Global Environment Change, 17 : 155-167.
Herawaty , H dan H Santoso. 2007. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan: tantangan kebijakan dan pembangunan. Adaptasi terhadap 16 bahaya gerakan tanah di masa yang akan dating akibat pengaruh perubahan iklim. Laporan pertemuan dialog pertama gerakan tanah dan perubahan iklim. Bogor, tanggal 7- 8 Desember 2006. Cifor. Bogor, Indonesia.
North, K., & Kumta, G. (2014). Knowledge Management - Value Creation Through Organizational Learning. New York, NY: Springer International Publishing. 
Oktari R. S. 2016. Pengetahuan yang Menyelamatkan. Smong News. : 6.
Paripurno, Eko, Teguh et. al, 2011. Panduan Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas, Jakarta: Masyarakat Penanggulanagan Bencana Indonesia. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, 2011, Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor 253/kep KDH/A/2011 tentang Penggabungan dan Ganti Nama Kelembagaan Sekolah Dasar.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007     Tentang Penanggulangan Bencana.



#TangguhAward2018 
#BudayaSadarBencana 
#SiapUntukSelamat


Banda Aceh, 11 September 2018

Posting Komentar untuk "Yuk Belajar Bencana dari Wisata"