Belajar dari Rehab Rekon Pidie Jaya
Gempa
bumi yang berkekuatan 6,5 skala ricther yang terjadi di Pidie Jaya telah
menelan korban jiwa sebanyak 104 orang meninggal dunia dengan
rincian 97 orang korban meninggal di Kabupaten Pidie Jaya, 2 orang korban
meninggal di Kabupaten Bireuen dan 5 orang korban meninggal dunia di Kabupaten
Pidie. Sebanyak 186 jiwa mengalami luka berat dan 789 jiwa yang mengalami luka
ringan yang tersebar ditiga Kabupaten yaitu Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten
Pidie dan Kabupaten Bireuen dengan jumlah korban yang paling banyak berasal
dari Kabupaten Pidie Jaya. Selain mengakibatkan korban jiwa, gempa bumi yang
terjadi juga menyebabkan kerusakan di berbagai sektor, baik sektor permukiman,
infrastruktur, sosial, ekonomi, budaya dan lintas sektor.
Melihat
kondisi tersebut Pemerintah Aceh menetapkan status tanggap darurat selama 14
(empat belas) hari, terhitung dari tanggal 7 sampai 20 Desember 2016 oleh Plt.
Gubernur Aceh Soedarmo, selain itu Soedarno juga menetapkan gempa bumi Pidie
Jaya sebagai bencana provinsi melalui
surat bernomor
39/PER/2016.
Presiden
Joko Widodo juga mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor: 5 Tahun 2017
tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di
Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, dan Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh yang
menginstruksikan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga untuk membantu
percepatan proses rehab dan rekon gempa bumi Pidie Jaya yang harus selesai paling
lambat pada akhir bulan Desember 2017, dan sarana lain diselesaikan paling
lambat bulan Desember 2018.
Dalam
upaya penanggulangan bencana ada tiga siklus kebencanaan yaitu prabencana, saat
bencana dan pascabencana. Untuk Gempa Pidie Jaya pada saat ini sudah masuk ke
dalam tahap pascabencana yaitu proses rehab dan rekon. Sesuai Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana,
ada 3 tahap yang perlu dilaksanakan dalam proses rehab dan rekon yaitu Kajian
Kebutuhan Pasca Bencana (JITUPASNA), Rencana Aksi (renaksi) dan Pelaksanaan
Rehab Dan Rekon. Masing-masing dari ketiga tahapan itu mempunyai peran penting,
jitupasna memuat data kerusakan, kerugian, gangguan akses dan fungsi serta
peningkatan risiko yang dilakukan saat
masa tanggap darurat. Rencana aksi memuat sumber dana, pelaksanaan, evaluasi,
dan pelaporan yang dilakukan pada masa transisi yaitu dari masa tanggap darurat
ke tahap rehab dan rekon. Selanjutnya masuk ketahap pelaksanaan rehabiltasi dan
rekontruksi.
Untuk
mendukung percepatan rehab dan rekon gempa bumi Pidie Jaya sesuai intruksi
Presiden dan amanat Peraturan Kepala BNPB, maka dalam hal ini Pemerintah Aceh
mengeluarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 147 Tahun 2016 tanggal 29 Desember
2016 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana gempa bumi
Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen tahun 2017 – 2019. Selanjutnya
Pemerintah Aceh juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 89 Tahun 2018
sebagai perubahan Peraturan Gubernur Aceh sebelumnya.
Berdasarkan
informasi dari Kepala Bidang Rehab Rekon Badan Penanggulangan Bencana Aceh
(BPBA) renaksi gempa bumi Pidie Jaya merupakan renaksi yang tercepat di
Indonesia, dikarenakan dalam satu bulan renaksi itu dapat selesai. Untuk
bantuan rumah rusak berat Aceh mendapat nilai yang begitu besar dari daerah
lainnya seperti Lombok dan Palu yang hanya mendapat bantuan Rp 50 juta untuk
rumah rusak berat sedangkan Aceh mendapat bantuan Rp 85 juta, ini merupakan
prestasi Pemerintah Aceh dalam bernegosiasi dengan pusat yang perlu kita
apresiasi.
Kegiatan
rehab dan rekon Pidie Jaya merupakan tantangan tersendiri bagi Aceh, secara
pengalaman tentu saja Aceh sudah memiliki banyak pengalaman dalam pengelolaan
bencana. Proses rehab dan rekon tsunami Aceh 2004 silam merupakan proses rehab
rekon terbaik di dunia, sehingga membawa Indonesia mendapatkan penghargaan
Global Champion for Disaster Risk Reduction di Geneva Swiss yang diterima oleh
Presiden Indonesia yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dari Sekretaris
Jenderal PBB Ban Ki-moon Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2011. Tentu
saja hal ini menjadi modal yang baik bagi Aceh untuk dapat melaksanakan proses
rehab rekon dengan baik. Tetapi dalam pelaksanaan rehab rekon Pidie Jaya menghadapi
beberapa kendala, terutama kendala pendataan rumah baik rumah rusak sedang dan
rumah rusak berat yang datanya berubah-ubah sehingga memperlambat proses pembangunan
rumah bagi masyarakat, baru pada tanggal 21 April 2018 dilaksanakan peletakan
batu pertama pembangunan rumah korban gempa bumi Pidie Jaya sedangkan
berdasarkan instruksi proses rehab rekon harus selesai akhir Desember 2017 dan
sarana lainnya selambat-lambatnya Desember 2018. Jadi selama Januari sampai
dengan Desember 2017 tidak ada pembangunan rumah yang dilaksanakan.
Ditahun
2017-2018 pemerintah telah membangun sarana dan prasana umum seperti
pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, puskesmas, pasar, ruko, sekolah,
pesantren, dayah, kantor geuchik, meunasah dan masjid yang semuanya berbentuk
bantuan fisik. Sedangkan untuk bantuan non fisik seperti pemulihan ekonomi,
sosial dan budaya belum diberikan oleh pemerintah.
Hasil
wawancara dengan Kepala Bidang Rehab Rekon BPBA, mengatakan BNPB hanya membantu
untuk pembangunan fisik saja sedangkan untuk pembagunan non fisik diserahkan
kepada pemerintah daerah. Beliau juga menambahkan bahwa pemerintah daerah
banyak mengambil kesempatan dalam kesempitan saat mengajukan dana untuk rehab
rekon ke BNPB banyak memasukkan program-program pembangunan sarana dan
prasarana yang semestinya tanggung jawab dari pemerintah daerah bukan tanggung
jawab pusat, dengan harapan mudah-mudahan disetujui oleh BNPB, alhasil semua
program-program itu ditolak oleh BNPB. Hasil kunjungan dari beberapa Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pidie Jaya, termasuk ke Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Pidie Jaya yang sangat berperan penting dalam proses
rehab rekon juga menjelaskan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah pusat hanya
berupa bantuan fisik sedangkan untuk bantuan non fisik belum diberikan.
Bantuan
non fisik yang sudah diberikan belum maksimal, masyarakat hanya mendapat alat
pembuat kue saja, sedangkan bantuan berupa modal usaha serta pelatihan
keterampilan tidak diberikan, sehingga bantuan berupa alat pembuat kue tersebut
tentunya tidak dapat digunakan oleh masyarakat. Selain alat pembuat kue, pemerintah
juga memberikan bantuan bibit dan pupuk kepada masyarakat, namun sebenarnya
bantuan tersebut merupakan program reguler dari dinas yang bersangkutan, bukan
merupakan program bantuan rehab rekon untuk masyarakat yang terkena bencana
(FGD dengan Masyarakat Desa Kuta Pangwa, Deah Teumanah dan Kota Meureudu,
Minggu - 28 November 2018).
Idealnya
pemulihan bukan hanya pada bidang fisik saja melainkan non fisik, sesuai dengan
Perka BNPB Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana. Dari hasi study lapangan yang telah dilakukan ada beberapa masalah
yang dapat dirangkum dalam proses rehab rekon Pidie Jaya yaitu tidak akuratnya
data sehingga menghambat pembangunan rumah bantuan, alokasi dana yang terbatas
dari pemerintah daerah untuk upaya penanggulangan bencana, pemulihan pada
sektor non fisik belum mendapat perhatian dan dukungan yang sama dengan sektor
fisik, koordinasi dan komunikasi antar sektor belum berjalan dengan baik dan rendahnya
partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan rehab rekon sehingga memicu
konflik sosial. Harapan kita sebagai masyarakat untuk proses rehab dan rekon Pidie
Jaya tahun 2019 fokus pada pemulihan sektor non fisik terutama pada bidang yang
mengarah untuk pembanguan karakter dan kemandirian serta memastikan
keberlanjutan dalam jangka panjang untuk kesiapan menghadapi risiko bencana. Mengingat
proses rehab rekon Pidie Jaya hanya berlangsung sampai akhir tahun 2019 sesuai
dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 89 Tahun 2018.
Mudah-mudahan
beberapa kendala yang dialami pemerintah dalam rehab rekon Pidie Jaya ini dapat
dijadikan pelajaran dan evaluasi dalam proses rehab rekon bencana lainnya
seperti bencana gempa bumi Lombok, Gempa Bumi dan Tsunami Palu dan Tsunami Selat
Sunda yang menerjang Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.
Tulisan ini juga sudah terbit di acehtrend, klik di sini
Posting Komentar untuk "Belajar dari Rehab Rekon Pidie Jaya"
Posting Komentar